Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah,
Salah satu shalat dalam Islam yang dikerjakan karena sebab-sebab tertentu adalah shalat gerhana. menurut abu suja', beliau menyebutkan bahwa shalat gerhana dibedakan menjadi dua, yaitu al khusuf atau gerhana matahari dan al khusoof atau gerhana bulan.
Mayoritas ulama menyepakati bahwa shalat gerhana ini hukumnya sunah mu'akadatun yang artinya sangat-sangat dianjurkan untuk dikerjakan oleh siapa saja yang menyaksikan gerhana tersebut terjadi. dan ketika shalat gerhana itu luput atau terlewatkan karena sebab udzur suatu hal, shalat ini tidak perlu diganti (qada') karena sifatnya yang sunah muakad serta sifatnya yang merupakan shalat dengan sebab tertentu jadi apabila sebab yang dimaksud (dalam hal ini gerhana) tidak terpenuhi maka tidak perlu neggantinya, seperti halnya dengan shalat tahiyatul masjid.
Dalam pengerjaannya, shalat gerhana ini merupakan shalat sunah yang dikerjakan dalam dua rakaat. pada dasarnya pengerjaan shalat ini hampir mirip dengan shalat pada umumnya, yang membedakan adalah di setiap rakaatnya terdapat dua kali berdiri (membaca surat), dua kali ruku', dua kali sujud serta pada shalat ini tidak ada istilah bacaan surat pendek, sehingga pada shalat ini dibacakan surat-surat yang panjang. pada dasarnya bacaan-bacaan nya sama dengan shalat seperti biasa. berikut urutan tata caranya:
- Berniat dalam hati untuk sholat gerhana karena Allah ta’ala, melafazkannya termasuk bid’ah (mengada-ada dalam agama)
- Takbiratul ihram.
- Membaca istiftah, ta’awwudz, dan basmalah secara pelan.
- Membaca Al-Fatihah dan surat lain secara keras, dan memanjangkan bacaan, yaitu memlih surat yang panjang.
- Bertakbir lalu ruku’ dan memanjangkan ruku’, yaitu membaca bacaan ruku’ dengan mengulang-ngulangnya.
- Kemudian bangkit dari ruku’ seraya mengucapkan, ”Sami’allahu liman hamidah,” jika badan sudah berdiri tegak membaca, ”Rabbana walakal hamdu.”
- Setelah itu kembali membaca Al-Fatihah dan surat panjang, akan tetapi lebih ringan dari yang pertama.
- Bertakbir lalu ruku’ dengan ruku’ yang panjang, namun lebih ringan dari ruku’ yang pertama.
- Kemudian bangkit dari ruku’ seraya mengucapkan, ”Sami’allahu liman hamidah,” jika badan sudah berdiri tegak membaca, ”Rabbana walakal hamdu.” Dan hendaklah memanjangkan berdiri I’tidal ini
- Bertakbir lalu sujud dengan sujud yang panjang, yaitu dengan mengulang-ngulang bacaan sujud.
- Kemudian bangkit untuk duduk di antara dua sujud seraya bertakbir, lalu duduk iftirasy dan hendaklah memanjangkan duduknya.
- Kemudian sujud kembali seraya bertakbir dan hendaklah memanjangkan sujud, namun lebih pendek dari sujud sebelumnya.
- Bangkit ke raka’at kedua seraya bertakbir, setelah berdiri untuk rakaat kedua maka lakukanlah seperti pada raka’at yang pertama, namun lebih ringan dari raka’at yang pertama
- Kemudian duduk tasyahhud, membaca shalawat, dan salam ke kanan dan ke kiri
Waktu melakukan
sholat gerhana adalah selama terjadinya gerhana, apabila gerhana telah
selesai sedang sholatnya belum selesai maka hendaklah sholatnya
dipendekkan dan tetap disempurnakan, namun tidak lagi dipanjangkan. Apabila sholat selesai namun gerhana belum selesai
maka tidak disyari’atkan untuk mengulang sholatnya, tapi hendaklah
melakukan sholat sunnah yang biasa dikerjakan, atau memperbanyak dzikir
dan do’a sampai gerhana selesai.
Disyari’atkan untuk melakukannya secara berjama’ah di masjid. Dan
dibolehkan untuk melakukannya di rumah, namun lebih baik di masjid. Disunnahkan menyeru manusia untuk sholat
dengan ucapan, “Ash-Sholaatu Jaami’ah.” Tidak ada adzan dan iqomah untuk
sholat gerhana selain seruan tersebut, dan boleh diserukan
berulang-ulang. Apabila bertemu waktu sholat
wajib dan sholat gerhana maka didahulukan sholat wajib. Boleh mengerjakan sholat gerhana meski di waktu-waktu terlarang,
karena pendapat yang kuat insya Allah, yang terlarang hanyalah
sholat-sholat sunnah mutlak, yang tidak memiliki sebab. Apabila makmum tidak mendapatkan ruku’ yang pertama maka ia tidak
mendapatkan raka’at tersebut, hendaklah ia menyempurnakannya setelah
imam salam dengan raka’at yang sempurna, yaitu tiap raka’at terdiri dari
dua ruku’.
Setelah itu disunnahkan bagi imam berkhutbah, ada perbedaan pendapat terkait jumlah khutbah yang dilaksanakan yang pertama menurut ulama' syafi'iyah ada dua kali khutbah dan fikih yang lain menjelaskan hanya satu kali khutbah.
Khutbah ini disampaikan untuk mengingatkan mereka bahwa gerhana matahari dan bulan adalah tanda-tanda kebesaran dan keagungan Allah untuk mempertakuti hamba-hamba-Nya dan agar mereka memperbanyak dzikir dan sedekah.
Jadi intinya inilah tuntunan tatkala kita sebagai umat Islam melihat fenomena gerhana matahari dan gerhana bulan untuk senantiasa mengingat Allah Subhanahu wa Ta'ala, memeperbanyak dzikir dan sedekah dan meninggalkan perkara-perkara yang tidak ada manfaatnya seperti berlomba lomba berfoto dan membuat video, berpesta merayakan fenomena ini.
Allahu a’lam.
Mari kita simak bersama satu cuplikan pelaksanaan shalat gerhana di Mekkah.
Komentar
Posting Komentar